Wednesday, April 24, 2013

REVIEW: AKHIR DARI SEBUAH ERA ?

Masih teringat hari di mana seorang Pep Guardiola melakukan salam perpisahan di Camp Nou. Alunan melodi "Fix You" terngiang hingga ke penjuru Dunia. Semua Cules hampir merinding ketika petikan gitar Jonny Buckland mengiringi lambaian perpisahan dari Pep Guardiola. Move on !!

Let's to the topics, dini hari tadi tim kebanggaan kita kalah besar. Tak tanggung-tanggung, 4 gol dilesakan para punggawa Munchen. 2 gol Thomas Muller ditambah 2 gol dari Arjen Robben dan Mario Gomez membuat Barca seakan kehilangan kedigdayaannya sebagai sebuah klub raksasa. 90 menit tidak cukup bagi Barca untuk membuat sedikit senyum kecil bagi para Cules.

Pada dasarnya pertandingan berjalan seru, diawali dengan tendangan kick off yang langsung bisa direbut oleh para pemain Barca karena permukaan lapangan yang sedikit basah. Analogi saya, dengan permukaan rumput yang basah, aliran bola Barca akan berjalan mulus dan sangat sesuai dengan identitas permainan Barca yang melakukan umpan-umpan mendatar. Namun itu adalah analogi terbodoh yang pernah saya lakukan, karena  4 gol adalah jawaban atas ke-sok tau-an saya tentang strategi sepak bola.

Seperti biasa pengguasaan bola Barca sangat menonjol 63% berbanding 34%, dengan total passing sebanyak 669 berbanding 331. Namun kali ini dominasi ball possesions Barca tidak bisa membuat Munchen ciut nyali. The Bavarians meladeni permainan Barca dengan melakukan pressing ketat yang ditaburi disiplin ekstra.


Di sini kita melihat Barca sangat elegan tapi Die Bayern lebih perkasa. Jupp Heynckes cerdik dalam memanfaatkan kesalahan-kesalahan Barca. Munchen lebih efektif dalam melakukan serangan. 13 kali Munchen melakukan tendangan dan 7 kali on target, sedangkan Barca hanya melakukan 4 kali tendangan ke gawang dan hanya 1 on target. Anda bisa bayangkan hanya 1 kali tendangan on target bagi Barca ?

Analisa bodoh saya mengatakan ada empat hal penting yang membuat Barca kalah:

  1. GAP
Saya sangat setuju dengan pendapat Rockin_Marvin yang mengatakan bahwa Barca bermain terlalu Deep ini terlihat adanya jarak antar lini yang membuat aliran bola sedikit tersendat. Eksesnya, Barca hanya bisa memainkan bola tanpa bisa berbuat banyak dan mentah di lini kedua Munchen. Dan yang paling menyakitkan adalah ketika Neur nyaris tidak terlihat mengusap keringat. Dan saya kira Neur tidak mandi setelah pertandingan usai.

2. Pressing
Ini ada korelasinya dengan paragraf pertama saya. Tanpa maksud membandingkan, di Era Pep Guardiola, Barca bermain dengan pressing yang nyaris sempurna. Artinya bahwa tidak ada kesempatan bagi lawan untuk mengeksplore serangan. Tadi malam justru Munchen lah yang terlihat seperti Barca Era Pep. Lihatlah bagaimana seorang Mario Gomez rela turun hingga ke tengah lapang saat Barca melakukan serangan. Duo Javi Martinez - Schweinsteiger sukses membuat Xavi dan Iniesta tampak canggung di lapangan.

3. Set-Piece
Entahlah, saya sangat heran dengan yang satu ini. Ini adalah aib bagi Barca, bagaimana tidak pasalnya Barca terlihat sangat naif dengan kesalahan yang satu ini. Bola atas menjadi kelemahan terbesar saat ini. Seharusnya Barca menyadari bagaimana postur para punggawa Munchen bisa menjadi senjata mematikan. Hasilnya, dua gol Munchen terlahir dari bola-bola atas yang gagal diantisipasi oleh para pemain Barca.

4. Substitution
 Mungkin hal ini menjadi topik pembicaraan para Cules sekalian. Tadi malam Barca hanya memasukan David Villa di menit 83 menggantikan Pedro. Hasilnya ? Villa tidak bisa menjadi pembeda saat Barca sedang dirundung duka. Hakikatnya pergantian pemain dilakukan (minimal) untuk mengganti pemain yang mulai kelelahan atau bahkan cedera dan sudah tentu misinya adalah untuk membuat sebuah hasil yang baik bagi tim. Namun Tito punya anggapan lain, dan saya tidak tahu alasan Tito tidak memaksimalkan pergantian pemain. Mungkin cuaca di sana cukup dingin sehingga para pemain cadangan Barca enggan untuk melepaskan jaketnya. Intinya, tidak ada upaya dari Tito untuk membuat sebuah perubahan kala timnya menemui jalan buntu. dibangku cadangan masih ada nama-nama besar sekelas Cesc, Tello, Song dan Adriano. Maksud saya, ketika Barca kalah, minimal ada itikad dari seorang pelatih untuk berusaha mencari solusi. Namun hingga pertandingan berakhir, Tito hanya berdiri meratapi kekalahan timnya.

Rasa optimisme saya terhalang oleh jurang realistis yang terlampau lebar. Saya yakini kekalahan kali ini sangat menyakitkan bagi para Cules. Namun ini bukan akhir dari segalanya, ini hanyalah bumbu permainan dan saya kira ini ujian totalitas dan loyalitas bagi sebuah pendukung sepak bola. Fidelitat Blaugrana Sense Limit !